Skip to main content

Pengertian ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI, DAN AKSIOLOGI dalam dakwah



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dakwah memiliki sejarah perkembangan yang begitu panjang.Akan tetapi dakwah sebagai ilmu diperkirakan baru dimulai sejak tahun 1960-an.Oleh sebab itu,tidak terlalu sulit untuk menyusun argumentasi bahwa ilmu dakwah dalam perkembangannya jauh tertinggal dibandingkan ilmu-ilmu yang lain.
Sekalipun betul secara subtansif,pada tataran implementasi kegiatan dakwah Islam sudah ada berbarenagan dengan diturunkannya risalah Islamiah yang menjadi tugas para Nabi dan Rosul Allah SWT,Khususnya pada periode Muhammad SAW.
Pada tahapan sejarah,muncul gerakan yang mungkin dapat disebut sebagai peletak dasar lahirnya ilmu dakwah.Di antara gerakan itu adalah adanya kajian dakwah Islam sebagai ssalah satu macam dari bidang ilmu Islam,dan muncul setelah berdirinya perguruan tinggi Islam,misalnya di Universitas AL- Azhar di Mesir.Pada universitas ini dikaji dan ditangani dalam bentuk program studi,dan di antara penulis di kalangan akademisi yang memiliki perhatian seriaus terhadap  dakwah Islam adalah Syeikh Ali Mahfudz,yang menulis sebuah buku yang berjudul Hidayah al-Mursyidin.[1]
Pejuangan  untuk mengembangakan dan menegakkan identitas ilmu dakwah ,tentu bukan persoalan mudah,karena selain diperlukan adanya usaha untuk membedakan dakwah sebagai kewajiban teologis juga diperlukan adanya penelusuran landasan ilmiah keilmuan dakwah agar menjadi sebuah disiplin ilmu dan pada akhirnya dapat dijadikan landasan untuk mengembangkan teori-teori berkaitan dengan dakwah.
Problem yang kemudian muncul adalah karena ilmu dipandang sebagai bagian dari pengetahuan dengan karakteristik yang khas,pengetahuan yang memiliki  landasan ontologis, epistemologis,danaksiologis.Dengan demikian,banguan ilmu dakwah sebagai sebuah disiplin ilmu,mesti berpijak dan berdiri tegak di atas landasan ontologis,epistemologis,dan aksiologis yang kemudian menjadi pondasi dalam pengembangan ilmu dakwah.

B.     Identifikasi Masalah
Kajian tentang ontologis,epistemologis,dan aksiologis telah banyak di bahas di berbagai disiplin ilmu.Namun pada makalah yang kami susun ini berfokus pada kajian ilmiah ilmu dakwah yang di dalamnya dibahas dari segiontologis,epistemologis,dan aksiologis.

C.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalahnya yaitu :
1.      Apa yang dimaksud dengan ontologis,epitemologis,dan aksiologis?
2.      Bagaimana pengertian ontologis,epistemologis,dan aksilologis dari ilmu dakwah?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan Ontologi Ilmu Dakwah
Secara bahasa kata ontologi dibagi menjadi dua yaitu ontos: sesuatu yang berwujud, dan logos: “ilmu atau teori”.Secara istilah ontologi adalah ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada, yang merupakan kenyataan terakhir baik yang berbentuk jasmani/ konkret maupun rohani / abstrak. Sedangkan kata dakwah berasal dari bahasa arab “Da’a-Yad’u-Da’wan” yang artinya adalah menyeru, mengajak. Secara istilah dakwah bisa diartikan sebagai mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek, agar mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.[2]
Dalam tataran filsafat,ontologi merupakan sebuah caang filsafat yang berdiri sendiri dan berusaha mengungkap ciri-ciri yang ada,baik ciri-cirinya yang universal maupun yang khas.Namun,kajian ontologi juga tidak sebatas mengkaji “yang ada” (being) ,tetapi juga menyangkut penjelasan sifat-sifat objek,dan hubungannya dengan subyek (perveiver atau knower),sehingga pada tataran tertentu mempertanyakan tentang realitas obyektif (objective reality).Pada sisi lain,dalam pandangan Herman suwardi (1996) ,ontologi merupakan akar dari ilmu atau sains atau dasar dari kehidupan sains,yang mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak.Dasar ontologi dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi obyek penelaahan ilmu.
Sehingga ontologi merupakan cabang metafisika mengani realitas yang berusaha mengungkap ciri-ciri segala yang ada, baik ciri-ciri yang universal, maupun yang khusus.Ontology suatu telaah teoritis adalah himpunan terstruktur yang primer dan basit dari jenis-jenis entitas yang dipakai untuk memberikan penjelasan dalam seperti itu, jadi landasan ontology suatu pengetahuan mengacu apa yang digarap dalam penelaahannya, dengan kata lain apa ynag hendak diketahui melalui kegiatan penelahan itu.
Kemudian,di antara kerja dalam rangka menelaah apa yang hendak diketahui sebagai bagian dari kajian untuk membangun landasan  ontologis ilmu dakwah maka sewajarnya dimulai dari pemahaman tentang ke-apa-an dakwah itu sendiri yang menjadi bagian  dari kajian filsafat dakwah .Untuk itu agar pembahasan ilmu dakwah dapat dilakukan secara benar,kita harus tahu terlebih dulu melakukan pengkajian tentang apa yang akan dibicarakan,sehingga menjadi jelas makna hakiki dakwah yang kemudian dijadikan sebagai titik pijak dalam membangun landasan ontologi ilmu dakwah.
Seperti disebut diatas yaitu bahwa landasan ontology adalah menelaah apa yang hendak diketahui melalui penelahan itu, dengan kata lain apa yang menjadi bidang telaah ilmu dakwah. Berlainan dengan agama, maka ilmu dakwah mengatasi dirinya kepada bidang-bidang yang bersifat empirik dan pemikiran objek ini tentunya berkaitan dengan aspek kehidupan manusia, sosial, kehidupan agama, pemikiran budaya, estetika dan filsafat yang dapat diuji atai diverifikasi. Ilmu dakwah mempelajari dan memberikan misi yang berkaitan dengan Islam bagi kehidupan manusia.
Menurut Sukriadi Sambas, kajian ontology keilmuan ilmu dakwah yaitu mencakup haikat/keapaan dakwah, hakikat ilmu dakwah itu dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengetahuan yang berasal dari Allah dan kemudian dikumpulkan oleh umat Islam secara sistematis dan terorganisir yang membahas interaksi antar unsur dalam sistem melaksanakan kewajiban dengan maksud mempengaruhi, pemahaman yang tepat mengenai kenyataan dakwah sehingga akan dapat diperoleh susunan ilmu yang bermanfaat bagi tugas pedakwah dan khalifah umat Islam.
Berdasarkan objek yang ditelaah, maka ilmu dakwah dapat disebut sebagai suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya empirik maupun pemikiran.secara garis besar ilmu dakwah mempunyai tiga asumsi mengenai objeknya. Asumsi pertama bahwa objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, berdasarkan ini maka kita dapat mengelompokan beberapa objek dalam kegiatan yang serupa kedalam satu golongan. Asumsi kedua bahwa kegiatan ilmu dakwah disamping menyampaikan misi ajaran islam juga mempelajari tingkah laku satu objek dalamkegiatan tertentu. Asumsi ketiga bahwa suatu gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-urutan kejadian yang sama, disamping asumsi-asumsi tersebut dakwah sebagai ilmu atau ilmu dakwah, mengandung dua aspek yang pokok yaitu aspek fenomental dan aspek structural.[3]
Aspek fenomental menunjukan ilmu dakwah yang mengewejantahkan dalam bentuk masyarakat proses dan produk, sebagai masyarakat atau kelompok“elit” yang dalam kehidupan kesehariannya begitu mematuhi kaidah-kaidah ilmiah ynag menurut paradigma Mertan disebut universalisme, komunise,disent erestedn ess, dan skepsisme yang teratur dan terarah sebagai proses ilmu dakwah menampakan diri sebagai aktivitas atau kegiatan kelompok elit dalam upayanya menggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian, ekspedisi, seminar, kongres dan lain-lainnya, sedangkan sebagai produk ilmu dakwah dan menghasilkan berupa teori, ajaran, paradigma, temuan-temuan dan lain sebagainya disebar luaskan melalui karya-karya publikasi dan kemudian diwariskan kepada madsyarakat dunia.
Aspek struktural menunjukan bahwa ilmu dakwah disebut sebagai ilmupengetahuan apabila didalamnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui(G egenstand).
2.      Objek sasaran ini terus menerus dipertanyakan dengan suatu cara (metode) tertentu tanpa mengenal titik henti. Adalah suatu cara paradiks bahwa ilmu pengetahuan yang akan terus berkembang justru muncul permasalahan-permasalahan baru yang mendorong terus dipertanyakan.
3.      Ada alasan mengapa Geganstand terus dipertanyakan.
4.      jawaban yang diperoleh kemudian dikumpulkan dalam sebuah sistim.

Disamping aspek-aspek tersebut, maka berbicara strategi perkembangan ilmu dakwah dapat dilihat kedalam beberapa hal, bahwa ilmu dan konteks dengansience sehingga menimbulkan adanya gagasan baru yang actual dan relevan, sedangkan yang berpendapat bahwa ilmu lebur dalam konteks. Tidak saja merefleksikan tetapi juga memberi dasar pembaharuan bagi konteks.
Hal itu tidak dapat dipungkiri bahwa kini sangat dirasakan urgensinya untukmenjelaskan dan mengarahkan perkembangkan ilmu dakwah atas dasar context ofdiscovery dan tidak hanya berhenti atas dasar context of justification.
Strategi pengembangan ilmu dakwah yang paling tepat, kiranya adalah sebagaiberikut:
1.    Visi orientasi filosofiknya diletakkan pada nilai-nilai islam didalam mengahadapi masalah-masalah yang harus dipecahkan sebagai data/fakta objektif dalam satu kesatuan interogrative.
2.    Visi dan orientasi oprasionalnya diletakkan pada dimensi sebagai berikut:
a)        Teologis dalam arti bahwa ilmu dakwah hanya sekedar sarana yang memang harus kita pergunakan untuk mencapai suatu teleos (tujuan), yaitu sebagaimana ideal kita kita untuk mewujudkan cita-cita masyarakat islami.
b)        Etis dalam arti bahwa ilmu dakwah kita harus oprasionalkan untuk meningkatkan,harkat dan martabat manusia.Sifat etis ini menuntut penerapan ilmu dakwah secara bertanggung jawab.
c)        Integral /Interaktif,dalam arti bahwa penerapan ilmu dakwah untuk meningkatkan kualitas manusia,sekaligus juga diarahkan untuk meningkatkan kualitas struktur masyarakatnya,sebab manusia hidup dalam relasi baik dengan sesama maupun dengan masyarakat yang menadi ajangnya. Peningkatan kualitas manusia harus diintegrasikan kedalam msayarakat yang juga harus ditigkatkan kualitas strukturnya.

B.     Epistemologi Ilmu Dakwah
Dalam memahami epistemologi ilmu dakwah kita dapat memulainya dari pemahaman epitemologi itu sendiri,dalam ilmu filsafat epistemology bermakna suatu cabang ilmu filsafat yang membahas tentang metode,tujuan dan hakikat kebenaran tersebut.
Epistemologi merupakan disiplin yang esensial setelah metafisika (ontology),bahkan antara dua disiplin (cabang filsafat ) yang masing-masing berdiri sendiri,saling mensyaratkan kebenarannya.Sebab pemikiran metafisika menjadi mungkin keberadaannya karena adanya prinsip-prinsip dasar yang menjelaskan kemungkinan hakikat struktur tentang segala sesuatu  yang ada masih dalam kapasitas jangkauan intelektual manusia.
Mungkin untuk kesempatan kali ini kami tidak akan memabahas terlalunpanjang tentang epistemologi,karena hal itu membutuhkan penjelasan yang sangat panjang dan detail ,selain itu masih ada pembahasan-pembahasan yang lebih penting untuk menjadi pembahasan kali ini.

1.      Sumber Dakwah Dan Ilmu Dakwah
Pengetahuan dari teori dakwah yang berkaitan dengan realitas dakwah dari interaksi dua unsur tersebut  bersumber dari wahyu (otoritas) dan akal intuisi) .Hal itu sejalan dengan cakupan doktrin islam yang meliputi al-qur’an,hadits dan sejarah islam.
Beberapa definisi ilmu dakwah menekankan pada aspek dakwah sebagai realitas dakwah,bukan dakwah sebagai kewajiban setiap muslim.Pandangan dakwah sebagai kewajiban akan mengarahkan ilmu dakwah sebagai kajian normative.Kajian dakwah meliputi naskah Al-qur’an dan as sunnah sebagai pijakan utama.
Dari dua pandangan di atas dapat di ambil suatu kesimpulan yang mendasari ataupun sumber utama dakwah dan ilmu dakwah itu sendiri ialah sumber pada Al-qur’an dan As sunnah sebagai pijakan utama dalam dakwah tersebut.

2.      Metodologi Keilmuan Dakwah
Sebagai model ilmu dakwah,metode al-istimbal pada dasarnya berpijak pada apa yang dikembangkan dalam disiplin ilmu fiqih,namun dalam prakteknya harus dilengkapi pula dengan teori-teori lain yang dikembangkan  dalam ilmu-ilmu keislaman lainnya,sekiranya teori-teori itu memiliki sambungan penting dalam perumusan dalam teori-teori dakwah di tuntut untuk mengembangkan teori-teori dari ilmu-ilmu keislaman,agar secara lebih tepat dapat digunakan untuk mengembangkan dakwah yang menemukan sumber rujukan utamanya yaitu Al-qur’an dan hadits.
Metode ilmu dakwah secara garis besar meliputi:
a.       Metode (manhaj) istinbath, yaitu proses penalaran (istidlal) dalam memahami dan menjelaskan hakikat dakwah. Untuk manhaj ini, ilmu dakwah dapat menggunakan ilmu-ilmu bantu seperti: ushul fiqh, ulumul Qur’an, ulumul hadits dan ilmu-ilmu bantu lainnya terutama yang berhubungan langsung dengan kajian teks.
b.      Metode (manhaj) iqtibas yaitu penalaran (istidlal) dalam memahami dan menjelaskan hakikat dakwah/ realitas dakwah/denotasi dakwah dari islam aktual islam empiris. Ilmu bantu dalam penerapan manhaj ini yaitu; sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, ilu politik dll.
c.       Metode (manhaj) istiqra, yaitu proses penalaran (istidlal) dalam memahami dan menjelaskan hakikat dakwah melauli pnelitian kualitatif dan/atau kuantitatif dengan mengacu kepada teori dakwah (produksi mahaj istinbath) dan teori turunan dari teori utama ilmu dakwah (produksi manhaj iqtibas). Produk manhaj iqtibas disebut teori menengah, sedangkan produk manhaj istiqra’ disebut teori kecil.[4]
Dalam displin ilmu fikih, pola pemahaman dan pemaknaan itu dibedakan dibedakan kedalam tiga kelompok utama:
a.       Pola penalaran bayani yaitu pola penafsiran nash yang bertumpu pada arti kata (dilalat) dan kaidah kebahasaan. Dalam pola ini, dibahas kapan suatu kata (lafadz) dianggap ‘am (universal) khas (partikular), atau musyfarak (ambiguitas) dan seterusnya; kapan suatu kata dinggap wadhih (jelas; artinya), mubham (tidak jelas  artinya) dan berbagai persoalan lainnya.
b.      Pola penalaran ta’lili yaitu pola penafsiaran nash yang bertumpu pada illat. Maksudnya, suatu ayat atau teks hadist tidak dipahami hanya berdasar arti bahasanya saja, tetapi lebih dari itu. Pola ini berusaha mencari illat (kausa efektif), baik ilat yang dimaksud itu secara tekstual tertuang dalam nash atau tidak termaktub didalamnya secara eksplisit.
c.       Pola penalaran istislahi ialah pola penafsiran nash yang berusaha menghimpun berbagai ayat dan teks hadist yang paling berkaitan dan kemudian darinya ditarik suatu prinsip umum. Prinsip umum ini dideduksikan kepada kasus-kasus yang tidak bisa diselesaikan melalui nash secara spesifik.[5]
Metode ilmu dakwah adalah cara kerja  yang di tempuh ilmu dakwah dalam menggali,merumuskan dan mengembangkan teori-teori dakwah atau cara kerja untuk memahami objek kajian ilmu dakwah.Hal ini sejalan dengan tujuan ilmu dakwah,yaitu untuk menggali sebanyak mungkin teori-teori dengan aktivitas dakwah Islam.
Metodologi ilmu dakwahmemiliki tujuan yaitu untuk mengembangkan teori-teori dakwah dan ilmu keislaman dalam rangka untuk mengeksiskan agama Islam di dunia.

3.      Sruktur Teori Dakwah
Menurut teori tahapan dakwah,Rasulullah dan para sahabatnya telah berdakwah dalam tiga tahapan dakwah Yaitu:
·         Tahap takwin adalah tahap pembentukan masyarakat dakwah dalam bentuk internalisasi dan sosialaisasi ajaran tauhid.
·         Tahapan tandzim (tahap penetapan dakwah) .Tahap ini merupakan hasil internalisasi dan sosialisasi yang telah di lakukan pada tahap pertama.
·         Tahap pendelegasian adalah tahap pelepasan dan kemandirian.Tahap ini di reprentasikan dalam penyelenggaraan haji wada.
·         Sruktur teori dakwah berkaitan dengan pemberian kerangka berfikir (filosofis) mengenai unsur-unsur dakwah,kerangka berfikir (teoritis) mengenai kontes dakwah dan teknis menenai interaksi antara unsur yang melahirkan problem.

4.      Stuktur  Keilmuan Dakwah
Ilmu dakwah disebut juga disiplin ilmu dakwah,karena ilmu dakwah merupakan bidang studi yang telah memiliki objek,sistem dan metode tersendiri.
Kemudian disiplin ilmu dakwah dapat di strukturkan sebagai berikut:
a.       Ilmu dasar teoritis yaitu disiplin imu yang memberikan kerangka teori dan metodologi Islam.
b.      Ilmu teknik/terapan yaitu disiplin ilmu yang memberikan kerangka teori dan metodologi dakwah Islam.
Bagan teknis / ilmu terapan terdiri dari empat kelompok yaitu:
a.       Teknologi tabligh yaitu teknis komunikasi dan penyiaran islam
b.      Teknologi irsyad yaitu ilmu teknis bimbingan dan penyuluhan islam
c.       Teknologi tadbir yaitu ilmu teknis manajemen dakwah
d.      Teknologi tatwir yaitu ilmu teknis / terapan pengembangan islam.
Dari keterangan di atas kita simpulkan bahwa struktur teori dakwah memiliki tiga kerangka berfikir:
a.       Filosofis;mengenai unsur dakwah/penyiaran siaran Islam
b.      Teoritis;mengenai konteks dakwah/ilmu teknis bimbingan
c.       Teknis engenai unsur interaksi dalam masyarakat.

C.     Aksiologi Ilmu Dakwah
Secara etimologis,Istilah aksiologi berasal dari Bahasa yunani Kuno, terdiri dari kata “aksos” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori.Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Aksiologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai,pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan.
Sehingga dapat kita simpulkan bahwa aksiologi berfokus pada nilai yang ada pada suatu ilmu itu sendiri.Menurut richard Bender : Suatu nilai adalah sebuah pengalaman yang memberikan suatu pemuasan kebutuhan yang diakaui bertalian dengan pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian,atau yang menyumbangkan pada pemuasan yang demikian.Dengan dmikian kehidupan yang bermanfaat ialah pencapaian dan sejumlah pengalaman nilai yang senantiasa bertambah.
Sebuah Telaah  di diitinbath dari penafsiran QS.Ali Imran [5] ayat 7,190-194,dan dari Ali Abd al-Azhim dalam tulisannya Efistemologi dan Aksiologi Ilmu Perspektif Al-qur’an,dan Imam Abu Bakar al-Ajiri dalam Akhlaq al-Ulama .Dari beberapa penjelasannya dipahami bahwa karakteristik ilmuawan dakwah dituntut agar menjalani normatif preskriptif  dan normatif proslriptif yang terdiri dari:
1.      Psiko-etika teologis,yaitu meyakini kemahaesaan Allah SWT,allah Maha Pengada yang ada sebagai objek tahu;tauhid uluhiyah;tauhid rububiyah;meninggalkan syirik;meyakini Allah menurunkan wahyu;dan adanya kitab Allah SWT;melaksanakan syari’at islam;mengimani adanya hari pembalasan;dan istiqamah mempertahankan keyakinan serta mengharap ridho Allah SWT.
2.      Psiko-etika intraindividu yaitu mensyukuri nikmat Allah berupa akal dengan menoptimalkan penggunaannya berupa kreatif-intelektual dan kreatif-intuitif;khusu’ dalam shalat menghindarkan penyakit kerasnya hati, membersihkan dan mensucikan jiwa,menaaati nasihat,beramal shaleh.
3.      Sosio-etika religius,yaitu tidak mengikuti berpikir paradoksial ala Yahudi,menegakkan perkara yang ma’ruf dan menjebol perkara yang munkar,menjauhi langkah-langkah syaitan,menentan ajakan taklid buta,mewujudkan keluaga sakinah,mawadah warrahmah,berijtihad di jalan Allah,menjaga kemurnian tauhid memperoleh ibrah dari sejarah.
Sehingga dari tiga poin di atas dapat di simpulkan bahwa ciri-ciri orang yang mengemban amanah sebagai juru dakwah memiliki tiga hubungan yaitu:
1)      Berkaitan dengan sang Pencipta yaitu Allah SWT
2)      Berkaitan dengan seseorang itu sendiri
3)      Berkaitan dengan diri sendiri dengan terhadap lingkungan sosial beragama.



Bab III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dalam tradisi keilmuan keislaman,khususnya yang berkaitan dengan landasan ilmiah ilmu dakwah setidaknya ada tiga landasan yang harus ada yaitu landasan ontologi,epistemologi,dan aksiologi yang dimana ketiga landasan ini menyangkut apa,bagaimana,dan untuk apa suatu ilmu.
Dalam perspektif epistemologi terdapat metodologi ilmu dakwah yang memiliki tujuan yaitu untuk mengembangkan teori-teori dakwah dan ilmu keislaman dalam rangka untuk mengeksiskan agama Islam di dunia.















DAFTAR PUSTAKA



Amin, Samsul Munir. 2008. Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Islam.Jakarta.Amzah.

Dermawan, Andi. 2002. Metodologi Ilmu Dakwah.Yogyakarta.LESFI

Enjang dan Aliyudin.2009.Dasar-dasar Ilmu Dakwah;pendekatan filosofis dan
            praktis.(Bandung:Widya Padjadjaran)

Saputra, Wahidin. 2011. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta.



[1]Enjang dan Aliyudin,Dasar-dasar ilmu dakwah,(Bandung:Widya Padjadjaran,2009),hlm.15-16

[2]Abdul Kadir Sayid Abdul Rauf, Dirasah Fi Dakwah al-Islamiyah, Kairo: Dar El-Tiba`ahAl-Mahmadiyah, 1987

[3]Andy Darmawan,dkk.Metodologi Ilmu Dakwah,(Yogyakarta:LESFI,2002),hlm.42-47
[4]Syukriadi Sambas,  Pokok-Pokok Wilayah Kajian Dakwah Islam: hlm. 177.
[5]Wahidin Saputra,  Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta, 2011) hlm. 111

Comments

Popular posts from this blog

TERJEMAH QAWA'IDUL I'LAL ILMU SHOROF (19 I'lal Lengkap)

19 KAIDAH I'LAL ILMU SHOROF KAIDAH KE 1 إذَا تَحَرَّكَتِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ بَعْدَ فَتْحَةٍ مُتَّصِلَةٍ فِيْ كَلِمَتَيْهِمَا أُبْدِلَتَا آلِفًا مِثْلُ صَانَ أَصْلُهُ صَوَنَ وَبَاعَ أَصْلُهُ بَيَعَ.  Apabilah ada Wawu atau Yya’ berharkah, jatuh sesudah harkah Fathah dalam satu kalimah, maka Wawu atau Ya’ tsb harus diganti dengan Alif seperti contoh  صَانَ  asalnya  صَوَنَ  , dan  بَاعَ  asalnya  بَيَعَ  . Praktek I’lal : صَانَ asalnya صَوَنَ ikut pada wazan فَعَلَ. Wawu diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi صَانَ . بَاعَ asalnya بَيَعَ ikut pada wazan فَعَلَ. Ya’ diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi بَاعَ . غَزَا asalnya غَزَوَ ikut pada wazan فَعَلَ. Wawu diganti Alif karena ia berharkah dan sebelumnya ada Huruf berharkah Fathah, maka menjadi غزا. رَمَىْ asalnya رَمَيَ ikut pada wazan...

Komunikasi Masa Model Hub dan Black-Whitney

BAB I PENDAHULUAN A.        Latar Belakang “Komunikasi” sebuah kata yang sudah tidak asing lagi bagi kita sebab komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang merupakan mahluk sosial. Lalu apa itu pengertian komunikasi? Komunikasi  adalah "suatu  proses  di mana seseorang atau beberapa orang,  kelompok ,  organisasi , dan masyarakat, menciptakan, dan menggunakan  informasi  agar terhubung dengan  lingkungan  dan orang lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara  lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada  bahasa   verbal  yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara seperti ini disebut komunikasi dengan  bahasa nonverbal . Oleh karena itu komunikasi tidak dapat dipisahkan dari ...

Penulisan Berita, Struktur Dan Macam Macam Lead

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Berita menjadi informasi yang terbanyak diperoleh bila seseorang membaca media cetak, bahkan ada yang mengatakan bisa mencapai 90 persen, meskipun belum tentu persentasenya seperti itu bila dia memanfaatkan media elektronik. Walau jumlah berita yang dinikmati masyarkat begitu banyak, ternyata tidak mudah memberikan definisi tentang berita, bahkan Dekan Fakultas Jurnalistik dari Missou ri University, Amerika Serikat, Earl English dan Clarence Hach dalam bukunya “Scholastic Journalism” mengatakan, memberikan batasan atau definisi berita sulit karena mencakup banyak fakto dan variabel (Assegaf, 1983). B.    Rumusan Masalah 1.      Bagaimana cara penulisan berita yang baik dan benar? 2.      Apa saja struktur berita? 3.      Apa saja dan bagaimana macam macam Lead dan Headline? C.    Tujuan Penulisan Untuk mengetahui bagaimana cara penulisa...